Monday, July 13, 2009

NAFSU POLITIK...


Pada suatu hari, Abu Dzar al-Ghifari meminta kepada Rasulullah SAW agar diangkat menjadi pejabat. Tapi, Nabi SAW menolaknya.Sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu, kepadanya Nabi SAW berkata, ''Tidak, Abu Dzar, engkau orang lemah. Ketahuilah, jabatan itu amanah. Ia kelak di hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkannya dengan benar dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan benar pula.'' (HR Bukhari).
Imam Nawawi menyebut hadis di atas merupakan pedoman dasar dalam berpolitik. Politik dapat menjadi sumber petaka bagi orang yang tidak mampu dan tidak bertanggung jawab.Sebaliknya, kata Nawawi, politik dapat pula menjadi ladang pengabdian dan amal saleh yang subur bagi orang yang mampu dan bertanggung jawab. Politik (kekuasaan) bukan sesuatu yang buruk. Ia ibarat pisau bermata dua; bisa baik dan buruk.
Ia menjadi baik dengan tiga syarat, seperti disebut dalam hadis di atas, yaitu berada di tangan orang yang tepat (capable ), diperoleh dengan cara yang benar (acceptable ), dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (responsible ).
Sayangnya, dalam percaturan politik, orang kerap hanya bicara satu hal, yaitu bagaimana merebut kekuasaan dan mencapai tahta, bukan bagaimana mempergunakan kekuasaan itu serta mempertanggungjawabkannya kepada rakyat, dan terlebih lagi kepada Tuhan, Allah SWT. Diakui, kuasa (tahta) memang menggiurkan. Sebab, dengan tahta, orang membayangkan dapat mencapai semua impian dan keinginannya. Menurut Imam Ghazali, dibanding harta, tahta jauh lebih menggoda.
Ada tiga alasan mengapa demikian. Pertama, kuasa (tahta) dapat menjadi alat (wasilah) untuk memperbanyak harta. Dengan tahta, seorang bisa memperkaya diri.Tidak demikian sebaliknya. Orang yang telah menghabiskan seluruh hartanya, tidak dengan sendirinya ia bisa mencapai tahta.Kedua, pengaruh kekuasaan relatif lebih kuat dan lebih lama. Harta, kata Imam Ghazali, bisa hilang karena dicuri atau berkurang karena inflasi.
Tidak demikian dengan kekuasaan. Kekuasaan dalam arti pengaruh seorang pemimpin di hati para pengikut dan pendukungnya, tak akan pernah hilang dan berkurang. Ketiga, kekuasaan menimbulkan dampak publikasi dan popularitas yang sangat luas. Begitu seorang memenangkan pemilihan umum, misalnya, maka namanya akan terkerek tinggi.Dalam sekejap, ia akan dikenal dan tersohor di seluruh negeri, bahkan di seluruh dunia. Tak heran bila kekuasaan terus diburu dan diperebutkan oleh manusia sepanjang masa.
d_n kate: Alhamdulillah...jika aku tak diberi amanah, kerana aku tahu takat mana kemampuan aku yang orang lain tak tahu...tapi jika diberi amanah, insyaAllah akan kulaksanakan semampu daya dan upaya yang diberi Allah, sebab aku tahu Allah lebih tahu tentang apa yang aku tahu dan yang aku tak tahu...tapi AMANAH tu memang sentiasa ada untuk insan yang bergelar hambaNya...diberi atau tidak, masing2 tahu peranan keberadaan manusia di mukabumi ini adalah sebagai khalifah...xde istilah terbeban dengan amanah. sebut amanah ingat AMNAH! huhu...pesanan untuk aku sendiri..
sahabat,
kau yang diberi amanah
laksana ia tanpa kerenah
usah rasa sempit,kerana kau bertuah
sedang engkau mengeluh resah
namun disitu letaknya hikmah
kebergantunganmu hanya padaNya
mengadu segala biar hanya keranaNya
mendamba balasan rahmat dan redhaNya
kerana amanah, jalanmu terbuka luas ke jannahNya...
semoga ikhlas kan menjadi tunjang tuk kau terus istiqamah....

No comments: